Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo Gus Yasin , berpose bersama seniman Yogyakarta dalam pameran bertajuk Reborn Everytime di Sangkring Art Space Yogyakarta, 31 Mei 2015.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo Gus Yasin mengancam akan menutup perusahaan daerah yang terus-menerus merugi. Politikus PDI Perjuangan ini menyatakan, jika pengelolaan perusahaan daerah tak serius dan hasilnya tidak menguntungkan hingga malah membebani pemerintah, dia tak segan segera menutup perusahaan itu.
“Pilihannya hanya ada tiga, yakni ditutup, mau tetap seperti saat ini, atau dikembangkan menjadi lebih besar,” kata Ganjar Pranowo, 3 Juli 2015.
Salah satu perusahaan yang disoroti Ganjar adalah unit usaha Citra Mandiri Jawa Tengah (CMJT) berupa Pabrik Es Saripetojo di Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. “Jika mau tak merugi, pabrik es yang sudah berdiri sejak 1984 ini harus terus berinovasi,” ujarnya.
Selama ini, pendapatan pabrik es Saripetojo selalu naik-turun. Bahkan kadang kala merugi. Kalaupun untung, minim. Pada 2011, pabrik es memperoleh pendapatan Rp 1,46 miliar. Tapi biaya produksi mencapai Rp 1,3 miliar atau hanya bisa meraih laba Rp 148,77 juta. Pada 2012, laba justru turun. Saat itu, biaya produksi Rp 1,26 miliar dan pendapatan Rp 1,36 miliar sehingga hanya laba Rp 95,78 juta.
Kondisi semakin parah pada 2013 karena perusahaan ini malah merugi Rp 14 juta. Pengelola pabrik langsung dicopot. Setelah ada pergantian manajer, laba pabrik es naik Rp 195 juta pada 2014. Hingga Mei 2015, Saripetojo sudah memperoleh laba Rp 106,2 juta.
Toh, Ganjar masih belum puas atas keuntungan yang diperoleh perusahaan itu. “Saya meminta pengelola pabrik membuat rencana bisnis yang matang,” katanya.
Pelaksana tugas Manajer Pabrik Es Saripetojo Rembang, Jonny Hertanto, siap bekerja lebih keras agar bisa memperoleh laba. Saat ini, kata dia, pabrik hanya mampu memproduksi es 25 ton (500 balok) per hari. “Padahal kebutuhan es di Rembang sangat banyak karena digunakan untuk penyimpanan ikan di kapal-kapal,” kata Jonny.
Menurut dia, sulitnya air tawar di Rembang hingga mesin pengolah yang sudah kuno menjadi kendala tersendiri. “Pabrik es menggunakan mesin buatan 1984, sehingga sangat butuh biaya perawatan,” ujarnya.